الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ، وَبِتَوْفِيْقِهِ تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ وَالْغَايَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ الْمُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Hadirin
jamaah salat jumah yang dimuliakan Allah … .
Dalam
kesempatan yang sangat mulya ini, kami berpesan kepada kita semua,khususnya
pada diri kami pribadi, marilah kita meningkatkan takwa dan keimanan kepada
Allah SWT, di manapun. Kapan pun dan dalam keadaan apapun, dengan cara
mengerjakan semua perintah-Nya dengan sekuat tenaga, dan menjauhi segala
larangan-larangan-Nya. Sebab, hanya dengan takwa dan keimanan jualah kita dapat
meraih kebahagiaan hakiki nan sejati, baik ketika berada didunia yang fana dan
sementara ini, lebih-lebih kelak di akhirat.
Ma’asyiral
muslimin rahimakumullah … .
Nikmat
dan anugerah yang Allah berikan begitu banyak dan beragam bentuk dan jenisnya.
Tidak mungkin kita dapat menghitung-Nya. Waintauddu nikmatallahi la tuhshuha.
Namun, dari begitu banyaknya nikmat Allah itu kita perlu tahu dan mewaspadai
apa yang disebut dengan ISTIDRAJ.
Lalu
pertanyaannya apakah Istridraj itu? Secara bahasa “Istidraj” itu berasal
dari إستدرج- يستدرج- إستدراجا yang berakar kata dari درج yang berarti tangga,
meningkat, sedikit demi sedikit, tahap demi tahap, ataupun perlahan-lahan.
Sedangkan secara istilah Istidraj berarti kenikmatan materi yang diberikan kepada
seseorang yang secara lahir-material semakin bertambah, tetapi kenikmatan yang
bersifat imaterial-spiritual semakin dikurangi atau dicabut, sementara ia
tidak menyadarinya. Secara lahiriah kemewahan duniawi Allah berikan, namun
secara batiniah hatinya kosong ketakwaan kepada Allah SWT.
Dalam
sebuah hadis Rasulullah saw bersabdai:
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه و سلم
قَالَ: إِذَا رَأَيْتَ اللّٰهَ يُعْطِى الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا عَلَى
مَعَاصِيهِ مَا يُحِبُّ فَإِنَّمَا هُوَ اسْتِدْرَاجٌ. ثُمَّ تَلَا رَسُولُ
اللّٰهِ صلى الله عليه وسلم (فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا
عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَىْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا
أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ
Artinya:
“Dari Uqbah ibn Amir dari Nabi saw, beliau bersabda: ‘Jika kamu melihat Allah
memberikan kemewahan dunia kepada hamba-Nya yang suka melanggar perintah-Nya,
maka itulah yang disebut istidraj.” Kemudian beliau membaca firman Allah surat
al-An`am ayat 44: “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah
diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk
mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan
kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong,
Muhammad
Hasbi Ash-Shiddieqy dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Majid Al-Nur (2000), jilid 5,
menerangkan bahwa istidraj adalah pemanjaan Allah agar lebih terjerumus kepada
kehinaan. Mereka mengira, melalui berbagai kenikmatan, Allah sedang
memberikan kemuliaan kepadanya, padahal Allah sedang
menghinakan perlahan-lahan dan bahkan membinasakan. Allah memberikan harta yang
berlimpah padahal mereka tidak pernah bersedekah. Allah karuniakan rezeki
berlipat-lipat padahal jarang shalat dan ibadah, tidak senang pada nasihat
ulama, dan terus berbuat maksiat. Hidup dikagumi, dihormati, padahal akhlaknya
bejat; diikuti, diteladani dan diidolakan, padahal bangga mengumbar aurat dalam
berpakaian. Sangat jarang diuji sakit padahal dosa-dosa berbukit-bukit; tidak
pernah diberikan musibah padahal gaya hidupnya sombong dan jumawa, suka meremehkan
sesama, angkuh, dan bedebah. Allah berikan anak-anak sehat dan cerdas padahal
ia memberi makan dari harta hasil yang haram (riba, menipu, korupsi). Hidup
bahagia penuh canda tawa padahal banyak orang karenanya terzalimi dan terampas
hak-haknya; kariernya terus menanjak padahal banyak hak orang yang
diinjak-injak. Semakin tua semakin makmur padahal berkubang dosa sepanjang
umur.
Secara psikologis,
orang yang tertimpa istidraj, prilakunya sangat terlena dengan semua yang ia
punya, sehingga lupa bahwa semuanya hanyalah titipan sementara. Dia lupa
bersyukur atas nikmat yang diberikan, begitu juga ia gemar melakukan kemaksiatan
tanpa merasa berdosa. Dan menganggap nikmat yang Allah Swt berikan merupakan
sebuah kebaikan untuknya.
Hadirin jamaah salat jumat yang dimuliakan Allah SWT … .
Cara termudah untuk
membedakan kesenangan yang datangnya dari kemurahan Allah dengan istidraj
adalah ketakwaan. Jika orang tersebut taat dalam beribadah, bisa jadi nikmat
yang diterima adalah kemurahan Allah. Begitupun sebaliknya, apabila orang
tersebut lalai dalam ibadah bisa jadi itu merupakan istidraj. Bagi siapa
saja yang saat ini sedang diliputi kebahagiaan, sedang merasakan rezeki yang
lancar, kenaikan jabatan atau pun kebahagiaan lainnya, perlu waspada. Bisa jadi
saat ini ia sedang teridentifikasi mengalami istidraj. Bagaimana cara
mengenalinya? Berikut ini adalah ciri-ciri istidraj yakni: (1) nikmat dunia
yang semakin bertambah, namun keimanan kita semakin menurun, (2) mendapat
kemudahan hidup meski terus menerus bermaksiat, (3) rezeki selalu bertambah,
meski terus lalai dalam ibadah, (4) semakin kaya, namun semakin menjadi kikir
dan tamak, (5) badan selalu sehat, jarang sakit, namun kerap berlaku sombong
dan suka meremehkan orang lain. Hal ini selaras dengan apa yang dikatakan oleh
Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam al-Hikam, yakni:
خِفْ مِنْ وُجُوْدِ إِحْسَانِهِ إِلَيْكَ وَدَوَامِ إِسَاءَتِكَ
مَعَهُ أَنْ يَكُوْنَ ذَلِكَ اسْتِدْرَاجاً سَنَسْتَدْرِجُهُم مِّنْ حَيْثُ لَا
يَعْلَمُونَ
“Takutlah pada perlakuan baik Allah kepadamu
di tengah durhakamu yang terus-menerus terhadap-Nya. Karena, itu bisa jadi
sebuah istidrâj, seperti firman-Nya, ‘Kami meng-istidraj-kan meraka (artinya menarik
mereka dengan berangsur-ansur (ke arah kebinasaan) dengan cara yang tidak mereka
ketahui’.”
Ma’asyiral muslimin
rahimakumullah,
Berdasarkan uraian
tersebut di atas dapat disimpulkan, bahwa ketika seseorang mendapatkan
kenikmatan, baik nikmat materi maupun non materi, hendaklah ia bersyukur atas
nikmat yang diberikan oleh zat pemberi nikmat, dan bukannya lupa kepada-Nya..
Semoga Allah Ta’ala
melindungi kita semua dari segala bentuk istidraj dan mengaruniakan kepada kita semua
taufik dan hidayah-Nya untuk senantiasa istiqamah dalam melaksanakan
perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي
وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ
مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ
قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
0 Komentar